kenangan asrama
kali ini aku akan membuat tulisan tentang cerita yang mungkin sedikit membosankan, cerita ini aku dengar dari temanku saat aku masih smp, mungkin tulisan ini terlihat seperti mengada-ada tapi temanku sendiri yang mengalaminya dan sampai sekarangpun dia masih phobia dengan pengalamannya itu, aku akan menceritakannya lagi sebagai dia.namaku rea, aku memang seoarang anak dari keluarga serba kekurangan, rea maliki itu adalah nama yang diberikan oleh keluargaku, sejak kecil aku selalu iri dengan mereka yang hidup berkecukupan, aku selalu ingin seperti mereka, setiap kali aku ingin menangis karena melihat ayah dan ibuku bekerja keras menghidupi keluarga kami, sampai saat itu aku berumur 7 tahun, aku memutuskan membantu pekerjaan ibuku sebagai pembantu rumah tangga, pagi itu aku datang kerumah keluarga tuan ivaldi,
"maaf tuan, anak saya ingin membantu pekerjaan saya disini?"
"apa kamu yakin membiarkan anak sekecil ini bekerja?"
"dia yang memaksa ikut kesini"
"benar tuan, nama saya rea, saya ingin mengabdi pada keluarga ini seperti yang telah dilakukan ibu, karena saya ingin sedikit meringankan pekerjaannya"
"hmm, ya sudah aku ijinkan dia bekerja disini, nanti mbok suti yang mengajarinya, yang ringan-ringan saja"
"terima kasih tuan" kata kami sambil undur diri, hari ini aku harus membersihkan halaman, lalu aku bergegas mengambil sapu dan mulai menyapu, namun halaman ini begitu luas mungkin dua jam baru selesai, saat aku menyapu ku lihat aura keluarga ini begitu bahagia, tuan ivaldi membaca koran di teras ditemani secangkir kopi buatan istrinya, nyonya atna, anak pertama keluarga ini rivan ivaldi berpamitan pergi ke sekolah dengan motornya sudah sma kelas 2, adiknya viellin ivaldi smp kelas 1 dan yang terakhir ige ivaldi kelas 2 sd, keduanya diantar oleh sopir ke sekolahnya yang didampingi ibu mereka, rasanya rasa iri terus memburuku, mungkin aku sebaya dengan tuan muda ige.
sekitar jam 9 pagi aku sudah menyelesaikan tugasku, lalu aku masuk menuju dapur, disana ibuku sedang mencuci piring bekas sarapan keluarga ini, nyonya sedang menonton tv di ruang tengah, tuan sudah beerangkat ke kantor sekitar jam 8 pagi dengan sopirnya, lalu aku membatu ibuku menaruh piring dan yang lainnya ke rak,
"anak yang rajin ya bi suti" kata nyonya sambil mengusap kepalaku, sejenak aku menengadah lalu tertunduk lagi,
"eh, nyonya, ya sudah kami ajarkan mandiri sejak kecil, nyonya ada perlu apa saya ambilkan"
"tidak usah bi, aku cuma mau minum air saja kok"
aku melanjutkan kerjaku kembali, hari beranjak siang, ibuku menyiapakan menu makan untuk siang hari, aku tidak boleh membantu, katanya ini hari pertama nanti aku bisa sakit karena kelelahan, jadi aku cuma duduk saja sambil memperhatikan ibuku dan nyonya memasak, karena kebosanan aku ke kebun belakang, di sana aku menemukan sebuah bola sepak, ternyata di sini ada lapangan kecil lengkap dengan gawangnya, sebenarnya seberapa luas rumah keluarga ini, pikirku, lalu aku memainkanya karena di kampungku anak-anak sering memainkannya saat sore hari, keasyikan main aku tak menyadari kalau tuan muda ige dan nona viellin sudah pulang dari sekolahnya,
"rea oper kesini" teriak tuan ige yang masih memakai seragamnya, lalu aku menendang bola itu ke arahnya dan beranjak ke dalam rumah lagi,
"lhoh mau kemana, ayo main sama aku"
"maaf tuan, saya lancang memainkan bola sepak anda"
"tidak apa-apa kok, kalau main berdua lebih seru, ayo sini"
"ige, ganti baju dulu lalu makan baru main" bentak nyonya, aku hanya tertunduk dan merasa bersalah,
"tapi ma, aku mau main sama rea, dia pandai memainkan bola ini ma" nyonya sesaat melihat kearahku yang masih tertunduk,
"iya tapi ganti baju dulu lalu makan dulu sama kakak, nanti baru main lagi" tuan muda meninggalkan bolanya dan beranjak ke dalam rumah.
lalu setiap sore hari aku selalu menemani tuan ige bermain bola sepak, walau sebentar kami menikmati permainan kami setiap harinya.
sudah beberapa bulan aku bekerja di sini, banyak mengalami masa senang karena kebaikan keluarga ini, sampai suatu sore yang cerah seperti biasa aku adu trik memainkan bola dengan tuan muda ige, tanpa kami sadari tuan ivaldi memperhatikan kami yang sedang bermain.
saat malam kami berpamitan pulang, tuan ivaldi menahan kami, beliau ingin membicarakan sesuatu dengan kami kata nyonya sambil membawa kami ke ruang tengah,
"bi suti, kami sekeluarga sangat berterimakasih selama ini sudah mau membatu keluarga ini," katanya sambil memandangi keluarganya, kami bersimpuh di lantai memperhatikannya,
"kami akan menyekolahkan anakmu rea, di sekolah sepak bola karena aku lihat dia memiliki bakat, aku memiliki saham di sebuah klub sepak bola di kota ini, nantinya dia akan diajari teknik sepak bola dan pendidikan formal sebagai penunjang, dia juga akan tinggal di asrama untuk efisien pelatihannya, bagaimana? apa bi suti merelakan kepergian rea untuk sementara waktu?" jantungku berdegup kencang
"tapi tuan, bagaimana kami dapat menerima kebaikan keluarga anda yang begitu besar ini, kami selalu merepotkan tuan dan nyonya, sudah diterima bekerja di keluarga ini kami sudah sangat berterimakasih, lalu kalau saya tidak bisa bertemu dengan anak saya rasa sangat berat, dia ini satu-satunya harta yang saya miliki tuan" aku hanya tertunduk, memikirkan ibuku bagaimana aku bisa meninggalkan ibuku,
"tak usah sungkan bi, aku merasa sangat sayang kalau bakatnya tidak terbina dengan baik, bi suti hanya berpisah sementara saja kok, sebulan sekali dia bisa menjenguk keluarga disini, tenang saja nanti aku yang urus semuanya, dan juga sulit menemukan bakat muda untuk dibina, apa lagi ini klub yang baru berdiri beberapa tahun, bagaimana kalau pendapat rea?"
"emm, anu tuan" aku melihat kecemasan di raut ibuku
"tak usah takut, nanti ibumu akan aku carikan patner baru yang meringankan pekerjaanya disini"
"bagaimana ini ibu, aku bingung harus bagaimana" tatapku pada ibuku, lalu semua mengiyakan usulan ini, aku tak tau harus sedih atau senang, tetapi tuan ige yang paling bersedih, menangis sambil memelukku dan berkata, nanti kalau pulang kesini temani aku bermain bola lagi.
esoknya aku ke rumah tuan ivaldi dengan membawa beberapa pakaianku yang paling bagus dalam balutan taplak meja, saat sampai ada sebuah mobil dengan logo klub yang tak asing bagiku dan beberapa orang yang tak ku kenal, lalu kami masuk lewat pintu samping langsung menuju ke dapur, aku bingung masih tidak percaya ini terjadi,
"kalian sudah disini rupanya" kata nyonya dan menyodorkan sebuah tas ransel dan koper kepada kami, "ini kami sudah menyiapkan kebutuhan rea"
"maaf nyonya tidak perlu repot-repot kami sudah membawanya" kata kami, namun nyonya tetap memaksa, katanya biar tidak malu dengan anak lain saat disana, pasti mahal pikirku,
"tidak apa-apa, ini punya ige yang sudah tidak terpakai"
"iya rea, ini kenang-kenangan dariku"
"terima kasih banyak tuan dan nyonya" kataku sambil menerimanya, oh iya ini hari minggu, hari libur,
"kalau ini dariku re, dipasang dikamar ya" kata tuan muda rivan sambil memberiku gulungan kertas, saat ku buka ternyata poster tim arsenal, tim favoritku, tapi bagaimana tuan rivan tau?
"kamu sering memperhatikan stiker di motorku, yang gambar meriam, ku pikir kamu juga mengidolakan arsenal ya kan?"
"maaf tuan, terimakasih"
"tak apa, di kamarku masih banyak kok, itu buat kamu saja, nanti latihan yang serius ya, biar seperti mereka" katanya sambil berlalu, memang keluarga ini semuanya baik, terimakasih tuhan, terimakasih keluarga ivaldi,
lalu kami berangkat dengan mobil itu, dan menjemput beberapa anak yang akan menjadi teman seangkatanku disana, dan dimulailah kehidupan asramaku dan dari sinilah cerita yang sebenarnya dimulai
hari-hari pertama semua berjalan normal, sampai suatu malam ada suara teriakan dari arah kamar mandi, seisi asrama terbangun menuju ke kamar mandi itu sekitar 30 anak berkerumun, riki, teman seangkatanku telah pingsan disana, ada 10 senior kami, 20 anak seangkatanku, para senior meminta kami kembali kekamar masing-masing, namun aku dan beberapa tetap tinggal karena khawatir, lalu kami membawanya ke ruang kesehatan, dan beberapa senior kembali, tinggal sekitar 10 orang yang merawatnya, dugaan kami dia pingsan melihat hewan yang ditakutinya, lalu tinggal aku, niko, fredi dan 2 senior kami menunggu dia sadar kembali, mungkin mereka sudah smp, mereka viktor dan flik
"kak flik, kak viktor, apa kejadian seperti ini sudah pernah terjadi?" mereka terdiam sejenak, namun aku menatap mereka penuh harap
"mm,,mungkin dia tidak hanya sekedar melihat hewan" jawab kak flik sedikit terbata-bata karena juga merasa takut menceritakan
"dia mungkin melihat hantu" kata kak viktor menlanjutkan dengan tatapan serius, "kalian boleh tidak percaya, tetapi itulah yang sering terjadi disini, fasilitas disini dijaga kualitas dan kebersihan yang terjamin, namun para staf tidak percaya bila kita menceritakan melihat hantu, akhirnya banyak yang mengundurkan diri, awalnya kami ada 70 anak dari berbagai daerah sekarang tinggal 20 saja yang masih sanggup bertahan" aku, niko dan fredi terperanjat tak percaya, apa kami hanya ditakut-takuti, mereka tidur berdua setiap malam di salah satu kamar mereka, saat kebelet di malam hari mereka akan ke kamar mandi berdua, initnya setiap malam mereka selalu berdua, sungguh cerita yang tak masuk akal ku pikir, dengan perasaan menggantung kami memutuskan tidur disana.
entah jam berapa aku terbangun, dan rasanya aku kebelet kencing, ku lihat mereka tertidur pulas, merasa tak enak kalau harus membangunkan mereka, aku putuskan ke kamar mandi sendirian, walau perasaan tak enak teringat cerita tadi, rasanya lega setelah buang air kecil, saat aku mau keluar kamar mandi tanpa sengaja aku melihat cermin yang ada di depanku tergantung di tembok disana kulihat ada bayangan di belakangku agak jauh di ujung lorong kamar mandi, aku menoleh kebelakang memastikan, ternyata tak ada apa-apa, saat aku kembali memandang cermin bayangan itu semakin mendekatiku, aku menoleh kebelakang lagi namun tak ada apa-apa lagi, aku kembali memandang cermin bayangan itu tepat dibelakangku, bayangan itu berwujud seperti mayat yang telah dikafani dengan muka gosong dan kain kafan berwarna hitam, cukup membuat jantungku berdegup kencang, tuhan lindungilah hambamu ini, pikirku, ku beranikan diri untuk berlari keluar dan kembali lagu keruangan bersama teman-teman, namun rasanya sangat berat dan jauh sekali, entah berapa lama aku berlari sekuat tenaga rasanya tak pernah sampai, ah, terlihat pintu ruang kesehatan, tanpa pikir panjang aku mendobrak pintu itu, jelas mereka terbangun dan keheranan melihatku berlutut dengan napas tersengal-sengal, apa benar asrama ini dihantui? pikirku, kak flik dengan segera memberiku air minum, dan aku menceritakan pengalaman pertamaku di asrama berhantu ini melihat pocong gosong dengan kafan hitam, karena itu tak ada yang dapat tidur lagi, lalu kak flik dan kak viktor menceritakan pengalamannya pernah bertemu dengan hatu bola yang berubah menjadi kepala manusia dengan darah yang mengucur seakan baru terpotong, hantu kucing yang berjalan di tembok dan menembus langit-langit, kain melayang-layang, air di bak menjadi darah atau lumpur berbau amis, suara-suara aneh, kain pel yang menari-nari sendiri, retakan di kaca lalu muncul wajah aneh dan seram, guling yang berubah menjadi pocong, dan banyak lagi.
sejak saat itu kami memutuskan tidur bersama setiap malam, walau beberapa kali mengalami gangguan lagi, kami masih terus bertahan karena tak memiliki pilihan lain.
No comments:
Post a Comment