Monday, March 25, 2013

pantaskah disebut seperti itu


kali ini aku hanya berbagi tentang kisahku di dunia ini, masalah yang sering ku jumpai, ini masalah kami, aku dan banyak temanku yang mengalaminya, kami sedang menempuh study kesarjanaan di negri tercinta ini Indonesia, di salah satu universitas, awal kami masuk kuliah semua tampak terasa menyenangkan dan membuat kami bersemangat, selalu saja kami mempersiapan segala macam keperluan, semester satu kami lalui dengan segala macam aktivitas yang tak kami jumpai sewaktu sma, banyak tugas, banyak praktikum, banyak laporan, dan jadwal yang lumayan padat.



lambat laun semua berjalan tak sesuai pandangan kami, beberapa temanku sampai mengundurkan diri dari perkulihan ini, disini seperti medan pertempuran, pertempuran kami antar sesama mahasiswa juga pertempuran kami dengan para dosen, kebanyakan teman-temanku beranggapan bahwa dosen adalah segalanya, sudah seperti tuhan menghakimi kami yang semua telah berdosa dimata mereka, walau beberapa dosen tak seperti itu, namun hanya beberapa dosen dari banyak dosen yang mengajar kami, hanya 2-3 orang dosen saja, banyak temanku yang stres, banyak temanku yang panik, banyak temanku yang sekarang dibilang Galau, saat belum mengerjakan tugas atau sekedar dimarahi dosen, atau tugasnya salah, atau mendapat nilai jelek saat ujian, seakan-akan dunia telah kiamat dan para dosen itulah yang mendatangkan kiamat, padahal beribadah saja kadang mereka lupakan, aku merasakan ironi yang sangat besar disini, seakan para dosen itu dipuja dan disanjung sangat sangat sangat tinggi, namun belum tentu mereka seperti itu kepada orang tuanya, dan kadang aku menjumpai mereka lebih takut dengan dosen dibanding dengan orang tuanya, saat berhadapan dengan orang tuanya, mereka sanggup membentak mereka bahkan berkata-kata kasar atau sekedar tidak menganggap mereka, rasa hormat yang seharusnya lebih bagi orang tua tergadai oleh rasa hormat pada dosen hanya demi nilai atau indeks prestasi, terkadang mereka meresa tertuntut untuk memenuhi permintaan dosen dibanding permintaan orang tua sendiri, padahal orangtua lah yang melahirkan dan membesarkan.

yang lebih ironi lagi pandangan pemberian nilai atau indeks prestasi terkadang sesuai mood dosen atau terkadang seperti asal-asalan tanpa dasar yang jelas, dan itu bisa menjadi kiamat bagi sebagian mahasiswa, dan itu membuat para mahasiswa sering terlihat saling menjtuhakan di depan para dosen dan berlomba saling cari muka agar dapat nilai lebih, apakah semua seperti ini, dari kebanyakan teman-temanku model dosen yang seperti ini sangatlah banyak dan itu tidak terjadi di satu universitas namun haampir semua seperti itu, pandangan dosen menjadi patokan pemberian nilai, dan nilai yang agak jelek menjadi sebuah kiamat bagi mahasiswa, yang seakan menuhankan dosen dan mencari muka di depan dosen adalah segalanya, apakah wajah pendidikan selama ini yang katanya sudah sangat maju, kurikulum yang sudah sering disempurnakan ini hanyalah sebuah wacana dan pembodohan publik? kenyataannya didalam dunia pendidikan dari sd, smp, sma, dan perkuliahan yang aku lalui ini tak sebaik yang dikatakan para dewan pemenrintahan, para dewan atau kepala sekolah, lalu selama ini mereka berbuat apa? apa mereka melihat apa yang terjadi di lapangan, apa yang para dosen bebankan, apa yang guru bebankan pada anak didiknya? apakah semua tertransparansi, apakah seperti ini benar, ataukah kebenaran bukanlah kenyataan, ataukah kebenaran disembunyikan demi kenyataan yang dibuat-buat?

demi Tuhan aku sudah jenuh, bersikap manis di depan dosen yang bersikap seperti itu, aku sudah muak dengan semua kata-kata terlihat manis dan berisi nasehat namun sebenarnya hanya sebuah doktrin dan pemaksaan, mengapa mereka bersikap seperti dewa yang menentukan segalanya, apakah sikap dan nurani mereka terhapus karena jabatan mereka, tetapi mengapa semua hanya diam, mengapa mereka hanya menurut saja, namun aku hanyalah mahasiswa yang tak berprestasi dan sering membuat ulah, tak kuasa melawan tirani yang seperti ini, mau mengeluh tetapi mengeluh kepada siapa, aku tak tau harus berkata kepada siapa? jadi hanyalah disini aku menuliskan perasaanku tentang pendidikan di negaraku terncinta Indonesia

jadi ingat fakta tentang pendidikan di daerah "pinggiran" yang terperhatikan para dewan yang duduk di kursi dan digaji negara, ingin rasanya aku pergi kesana namun yang pasti semua orang yang dekat denganku menolak, karena aku tau idealisme pemikiran mereka, juga jadi ingat perkataan dedi corbuzier, aku setuju dengan pemikirannya, semua guru dan dosen mengajar dan mengharuskan semua anak didiknya harus mendapat nilai baik disetiap mata pelajaran/kuliah namun guru atau dosen itu belum tentu bisa jika dites dengan pelajaran lain, misal seorang guru olah raga tidak akan mungkin mendapat nilai baik di pelajaran fisika, atau dosen anatomi tak akan mungkin mendapat nilai baik di mata kuliah ekologi, jadi mengapa para siswa atau mahasiswa diharuskan mendapat nilai baik disemua pelajaran? ini yang salah para pengajar atau para penyusun kurikulum? ataukah sistem pendidikan yang digunakan?

sampai sekarang aku sering membandingkan kurikulum di negara maju yang mencetak tenaga ahli siap kerja dengan kurikulum di Indonesia ini? mereka mampu mencetak SDM yang berkualitas namun mengapa Indonesia sangatlah jarang memiliki SDM yang berkualitas? bayangkan saja sejak sd, smp, sma tidak terjadi pengkerucutan pelajaran, para peserta didik terbebani dengan pelajaran-pelajaran yang sangat banyak dan kompleks, harusnya disesuaikan minat dan keahlian, menekuni pelajaran yang natinya menjadi dasar skill kerjanya, bukan terbebani dengan pelajaran-pelajaran yang nantinya tidak akan digunakan saat bekerja, dari semua jawaban yang aku dapatkan, banyak dari teman-teman yang justru ahli dibidang lain yang sekedar pelajaran ikutan alias wajib ditempuh dibanding pelajaran yang harusnya menjadi pelajaran utama yang dia pelajari, misal mahasiswa biologi, justrus kurang menguasai bidang biologi namun ahli dibidang matematika, padahal matematika hanya pelajaran tambahan namun wajib ditempuh, bukankah ini sangat aneh? ini yang salah kurikulumnya, atau dia yang salah mengambil jurusan, atau orang tuanya yang terlalu memaksa idealismenya? yah, namun semua ini adalah fakta di lapangan yang sering aku jumpai,

sekian postingku kali ini, lain kali disambung lagi masalah pendidikan di negara Indonesia tercinta ini

1 comment: