Hari ini kuputuskan sarapan di warung yang buka 24 jam, ya warung itu langganan bagi yang kelaparan ditengah malam atau pagi buta seperti aku ini, aku sudah akrab dengan pemilik maupun pegawai disana, beberapa pegawai memang ramah dan mudah akrab, disana memang tempat nongkrong yang nyaman bagiku, aku betah berlama-lama disana sekedar mengisi waktu jenuh dengan melihat tv dan secangkir kopi, senin pagi yang cerah.
Setelah sejam disana, beranjak ramai jalanan dengan aktifitasnya, banyak siswa-siswa yang berangkat sekolah, waktunya pulang, ku pacu pelan motorku biar bisa cuci mata melihat cewek sekolahan, di sebuah halte ku lihat banyak siswa yang menunggu bus untuk ke sekolah, jadi teringat waktu smp dan sma dulu, yang aku alami bersama teman-temanku.
Saat itu pulang aku pulang dari bimbel (bimbingan belajar) aku bersama 3 temanku menunggu bus untuk pulang, setelah setengah jam menunggu akhirnya kami dapat bus, walau agak penuh wajarlah saat itu sore hari banyak juga yang pulang dari bekerja, aku lihat bangku paling belakang baru ditempati 3 orang aku langsung saja mundur kebelakang, saat aku duduk seorang pria yang ada di kananku langsung geser ke ujung kanan dengan pandangan yang sedikit aneh, sedang 2 orang abang-abang di kiriku senyum ramah, sepertinya mereka seorang pegawai kantoran dilihat dari penampilannya, ku toleh kekanan dan memberi senyuman pada bapak yang bergeser tadi, hanya sunggingan dan lirikan yang masih saja aneh, ku lihat penampilannya, seperti seorang ustad, atau paling tidak orang yang religius, memakai baju koko celana panjang, dengan kopyah serta jenggot yang lumayan panjang, sejenak aku berpikir, bukankah senyuman yang manis itu ibadah? Tersadar aku dengan ucapan 'mau pulang kemana dik? Sepertinya baru selesai les ya?' Mas dwi, ya dia orang yang tepat di kiriku 'ke karanganom mas, lha mas mau kemana?' Perbincangan kami berlanjut setelah kami berkenalan, seorang yang ramah dan supel menurutku, ditengah perjalanan ada seorang bapak paruh baya naik bus, dan semua tempat duduk penuh tinggal bangku disamping kananku, lalu beliau duduk di sampingku, namun apa yang terjadi sungguh mengherankan, bapak religius tadi sejurus langsung berdiri dan maju agak ketengah dengan memicingkan matanya, seakan memandang hina ke arah kami yang duduk, padahal pak tua itu sudah dengan ramah meminta ijin duduk ditengah-tengah kami dengan senyumannya yang meneduhkan hati, lalu aku berpikir yah memang penampilanku agak urakan namun masih sopan, saat itu aku memang tak terlalu menghiraukan penampilan asal sopan sudah cukup bagiku, namun pak tua itu memang agak lusuh dan terukir jelas guratan-guratan di wajah dan tangannya yang menandakan seorang pekerja keras, dan saat itu pak tua itu sangat ramah, beliau bernama pak wiji beliau berkata pekerjaannya hanyalah seorang pandai besi, namun anaknya kini hampir menyelesaikan kuliahnya di jurusan kedokteran, sungguh ironi yang menghanyutkan hati, kata beliau 'rela banting tulang demi keluarganya' sungguh kisah yang mengharukan menurutku, lebih mengejutkan lagi ternyata pamanku adalah salah satu pelanggan tetap pak wiji, pamanku memang seorang petani sekaligus penjual alat-alat pertanian, kerap kali pamanku memesan sabit, cangkul dan alat-alat lain dari pak wiji, beliau semakin antusias menceritakan kisah-kisah yang dialaminya dengan pandangan yang membara walau usianya tak muda lagi, beliau sangat inspiratif, terima kasih pak wiji.
Saat bapak religius itu hendak turun, dia melewati kami dengan pandangan menghina seakan kami ini bukan manusia melaikan najis yang tak boleh tersentuh, dan dia berlalu turun lewat pintu belakang yang ada di samping kami, pak wiji hanya berkata 'sabar' melihat ekspresi wajahku yang menahan marah dan perasaan aneh yang berkecamuk, sepanjang jalan pak wiji melanjutkan ceritanya dan memberikan banyak nasehat dan pesan padaku, terima kasih itu yang sanggup aku balas kepada beliau. Teringat seorang yang tampak religius terkadang lupa dengan apa yang dia pelajari sehingga menghakimi seseorang dengan angkuhnya, namun seorang tampak biasa saja berhati mulia dan penuh kebijaksanaan. Always be positif
No comments:
Post a Comment